Sabtu, 12 November 2011

Wawancara Dengan Fotografer Annemarie van den Berg


annemarie-van-den-berg.jpg
Annemarie van den Berg
Belajar Fotografi memperoleh kesempatan bisa mewawancarai Annemarie van den Berg, seorang fotografer lepas waktu (freelance) yang juga seorang Program Manager di sebuah LSM. Kalau namanya terdengar seperti nama Belanda, jangan heran karena beliau memang asli Belanda, namun sudah belasan tahun hidup dan berkarya di Indonesia. Annemarie telah memenangi beragam kompetisi foto tingkat internasional serta Belfot sendiri penikmat koleksi foto-fotonya yang ada di Flickr. Annemarie akan berbagi kisah, tips, teknik dan wawasan fotografi yang semoga berguna bagi anda, pembaca. Mari kita simak:

Bisakah anda ceritakan siapa dan apa saja aktifitas anda?

Nama saya Annemarie Rulos van den Berg, 35 tahun. Saya berkewarganegaraan Belanda tetapi sudah 13 tahun tinggal di Pulau Batam, bersama suami saya Denny dan dua anak saya, Remy (9th) dan Denny Jr (7th). Saya aktif sebagai pekerja sosial, atau lebih sering disebut program manager diYayasan Setara Kita di Batam. Yayasan Setara Kita adalah sebuah LSM yang bergerak di bidang kemanusiaan. Selain aktif di dunia sosial saya juga juga seorang fotografer freelance dan senang menulis puisi di waktu luang.

Bagaimana anda bisa tinggal di Indonesia?

Sewaktu kuliah S1 Keperawatan di Belanda, pada tahun ketiga ada kesempatan praktek ke luar negeri. Waktu itu orang tua saya juga aktif di dunia sosial dan melalui yayasannya telah membangun sebuah rumah sakit di Batam. Saya diberi kesempatan untuk praktek disana selama tiga bulan. Ternyata saya waktu itu jatuh cinta sama Indonesia, dunia sosial dan… calon suami saya..
Setelah menyelesaikan kuliah di Belanda saya dan beberapa teman diberikan kepercayaan untuk mengkoordinir sebuah penelitian tentang penyakit Hepatitis B (penyakit kuning) di Batam dan pada tahun 1998 saya pindah ke pulau Batam.

Kenapa menggemari fotografi dan menulis?

Kebetulan di keluarga saya banyak yang menggemari fotografi sehingga dari kecil sudah ‘tertular’. Kakek saya sangat menggemari fotografi dan bahkan mempunyai darkroom (kamar gelap) untuk mencuci-cetak foto sendiri di rumahnya. Tentunya waktu itu masih belum zaman digital. Waktu masih sangat kecil kakek sudah mengajak kami motret dan cara cuci/cetak foto dengan peralatan sederhana. Ibu saya juga sangat menyukai fotografi. Bagi saya fotografi adalah sebuah hobi/profesi yang bermanfaat dan positif. Melalui fotografi kita bisa memperlihatkan keindahan dunia kepada orang banyak, kita bisa menceritakan sebuah cerita melalui satu frame gambar dan tentunya sebuah foto menjadi sebuah kenangan yang bisa tersimpan untuk selamanya.
Beberapa tahun lalu saya mencoba menulis puisi. Puisi saya selalu tentang perasaan dan pikiran saya pada saat saya menulis dan kejadian2 sekeliling. Bagi saya, puisi bukan semata setumpuk kata tapi kaca bening tempat saya bisa mencurahkan perasaan.
Whoosh-1v3.jpg
Woosh by Annemarie van den Berg

Sejak kapan mulai jatuh cinta kepada fotografi?

Karena sudah diajarkan dari kecil saya menggemari dunia fotografi sejak usia masih muda. Tapi benar-benar jatuh cinta baru beberapa tahun yang lalu sewaktu saya mendapatkan kamera DSLR pertama (2004). Sebelumnya fotografi merupakan hobi yang sangat mahal dan bereksperimen atau sekedar belajar dan mencoba-coba tentunya menguras dana yang banyak karena setiap frame yang kita ambil harus dicuci dan dicetak. Setelah bisa memiliki sebuah kamera DSLR baru ada kesempatan untuk mencoba dan belajar tanpa mengeluarkan dana dan dari sana saya mulai mendalami dan makin tertarik dengan dunia fotografi.

Bagaimana anda mempelajari teknik-teknik fotografi? Belajar sendiri atau anda memiliki “guru” dalam fotografi?

Teknik-teknik dasar, seperti cara pengambilan dan penempatan Point Of Interest dan sebagainya sudah diajarkan kepada kami dari kecil. Tapi tentunya proses belajar tidak berhenti disitu. Sejak mempunyai DSLR pertama saya mencari informasi di mana saja. Di buku, majalah dan di internet. Alhamdulillah, di zaman digital sekarang ini informasi kita bisa dapatkan dengan sangat mudah. Cuma perlu hidupkan komputer dan membuka internet… segala informasi yang kita cari tersedia di dunia maya. Selain itu saya juga bergabung dengan club foto di Batam dan rajin hunting foto.

Anda memotret hampir apa saja, dari wajah, fauna sampai pre-wedding, subyek apa yang sebenarnya paling membuat anda merasa “hidup”?

Memang saya menyukai hampir semua bidang fotografi. Macro, fauna, flora, manusia, produk.. Tapi yang paling saya sukai adalah memotret Human Interest. Foto-foto human interest bukan sekedar sebuah gambar, tapi foto-foto tersebut menceritakan sebuah kisah tentang subyek yang kita ambil. Kisah itu kemudian kita bisa berbagi dengan banyak orang lain.

Apa definisi “foto yang bagus” menurut anda?

Karya fotografi tentunya sangat subjektif. Apakah foto itu dinilai bagus atau tidak itu sangat tergantung selera dan ketertarikan orang yang melihatnya. Sebuah foto yang bagus harus diambil dengan tehnik yang bagus dan harus bisa menginspirasi orang yang melihatnya.

Pesan apakah yang sering ingin anda sampaikan melalui foto-foto anda?

Sebetulnya pesannya sangat tergantung dengan obyek yang kita ambil. Kalau foto macro misalnya, pesannya bagi saya kalau dunia ini sangat beragam dan sangat indah dan perlu dilestarikan.
Tapi kalau foto Human Interest misalnya pesannya tergantung pada obyek yang kita ambil. Pada umumnya saya ingin sampaikan bahwa semua orang itu sama dan mempunyai hak yang sama. Bagi yang punya lebih, sudah wajib membantu yang kekurangan. Membantu sesama dalam bentuk tenaga, pikiran ataupun dengan dana sudah kewajiban sebagai sesame manusia.
A-mothers-love-20v21.jpg
A Mother's Love by Annemarie van den Berg

Foto anda, A Mother’s Love, memenangi berbagai kompetisi foto, bagaimana proses anda membuatnya?

Alhamdulillah, foto tersebut memenangi beberapa lomba (exhibition) internasional seperti: International Photography Exhibition Zajecar, Servia (PSA Gold Medal), Grand Tour delle Colline, Italy (PSA Gold Medal), International Photography Exhibition Celje, Slovenia (PSA Silver Medal), dan beberapa salon foto internasional lainnya.
Proses pembuatannya cukup sederhana. Kalau memotret satwa ada faktor keberuntungan yang sangat berpengaruh. Soalnya satwa tidak akan melakukan begitu saja apa yang kita inginkan. Waktu itu sekelompok jerapah sedang berkumpul. Ada beberapa ekor yang masih muda. seekor jerapah sedang menyusui anaknya dan seteleh itu ada momen yang sangat mesra antara anak dan induknya itu. Itulah yang saya coba rekam waktu itu. Dari sekian shot yang saya ambil cuma beberapa yang berhasil. Karena cuaca sudah agak sore saya pilih ISO yang agak tinggi, yaitu 400. Karena cukup lincah saya pakai speed 1000 dengan aperture f/5.0 supaya background blur.

Saat memotret orang, pendekatan seperti apakah yang anda lakukan? spontan atau tertata?

Menurut saya, yang paling penting kalau memotret orang adalah menghargai privasi dan perasaan orang itu. Tidak semua orang senang bila diambil gambarnya dan kita harus menghargai itu. Jadi kalau mau mengambil orang kita jangan terburu-buru ‘mencuri’ gambar. (Lakukan) pendekatan dan meminta izin dulu, atau kalau itu tidak memungkinkan kita bisa baca perasaan orang. Kalau orang tersebut senang diambil gambarnya itu pasti terlihat. Juga sebaliknya.

Berbicara mengenai peralatan, kamera dan lensa apakah yang anda miliki?

Pada saat ini saya gunakan Kamera DSLR Canon 5D mark II. Lensa EF 100-400mm 1:4.5-5.6, lensa EF 70-300mm 1:4-5.6 IS USM, lensa 17-40 mm 1:4 L USM dan untuk macro Sigma 150mm 1:2.8
last-kiss-goodbye.jpg
Last Kiss Goodbye by Annemarie van den Berg

Kalau anda harus memilih satu jenis lensa, lensa manakah yang akan anda pilih? kenapa?

Walau memiliki juga lensa kelas ‘L’, lensa favorit saya adalah lensa non-L yaitu lensa canon 70-300mm 1:4-5.6 IS USM. Walaupun, kalau diperhatikan dengan teliti, memang ada perbedaan kualitas antara lensa L dan non-L, namun ukuran lensa yang kecil dan beratnya yang jauh kurang dibandingkan lensa ‘L’ membuatnya jauh lebih enak digunakan.
Karena ukurannya yang kecil dan ringannya lensa 70-300 maka sering saya gunakan lensa itu kalau untuk acara informal. Namun, jika hasil foto perlu kualitas yang terbaik pasti saya gunakan lensa L 100-400.
Kalau disuruh pilih? Wah… susah… dua-duanya ada untung dan ruginya…

Ada software tertentu yang anda pakai untuk memproses foto-foto anda?

Untuk mengedit foto saya gunakan Photoshop CS4. Sebelum di-edit di CS4, file raw dibuka dulu pakai DPP (software Canon), untuk basis editing seperti perbaikan exposure dan sharpening.

Secara umum bagaimana alur kerja (workflow) anda saat pemotretan?

Saya kalau motret tidak ada workflow yang fixed (tetap). Sangat tergantung kepada situasi dan jenis foto yang mau diambil. Karena kebanyakan foto saya adalah macro, foto Human Interest dan foto anak-anak, maka tidak perlu persiapan khusus. Cukup selalu membawa kamera. Yang pasti kita selalu jaga agar perlengkapan kamera dalam keadaan bersih, lengkap dan baterai selalu dicharge dan selalu bawa persediaan memorycard yang cukup.

Dari sekian banyak peralatan, kamera – lensa – software – aksesoris, manakah yang menurut anda menjadi kunci untuk menghasilkan foto yang bagus?

Kamera yang terbaru, lensa yang terbaik, software tercanggih dan aksesoris terlengkap. Semua jadi penunjang… tapi apakah itu perlu untuk menghasilkan foto yang bagus? Saya rasa tidak…
Bahkan foto saya yang paling sering memenangkan lomba dibuat dengan kamera sederhana canon 350D, dengan lensa yang sudah sangat tua.
Jadi kuncinya tidak terletak di peralatan melainkan di fotografernya sendiri…

Siapakah fotografer yang menjadi sumber inspirasi anda?

Fotografer favorit saya adalah seorang fotografer dari Belanda bernama Frans Lanting. Keahliannya adalah ‘wildlife’ dan beliau termasuk yang paling terkenal di bidangnya. Foto-fotonya sungguh luar biasa.

Di titik manakah anda merasa masih harus memperbaiki kemampuan fotografi anda?

Di titik apapun. Semua aspek fotografi saya pasti masih bisa diperbaiki. Dan, dengan pesatnya perkembangan teknologi sekarang ini, selalu ada teknik baru yang bisa dipelajari.
muslimgirledit2.jpg
Muslim Girl by Annemarie van den Berg

Apa saran anda bagi para pembaca yang ingin meningkatkan skill fotografi mereka?

Belajar dari karya fotografer lain. Jangan menilai foto cuma dengan suka atau tidak suka tapi coba mendalami kenapa menyukai atau tidak menyukai sebuah karya foto. Dari sanalah kita belajar apa yang semesti kita buat atau justru tidak membuat untuk menghasilkan sebuah karya yang sesuai dengan keinginan dan imajinasi kita.

Anda juga seorang pekerja sosial, ada pesan yang ingin anda sampaikan kepada pembaca mengenai misi-misi sosial anda?

Every Child has the Right to Education, itulah slogan dari Yayasan Setara Kita, yang ikut saya kelola. Setiap anak BERHAK atas pendidikan. Tapi nyatanya…. Jutaan anak Indonesia tidak bisa bersekolah karena terkendala faktor ekonomi.
Untuk itu di yayasan Setara Kita ada program beasiswa untuk membiayai pendidikan anak-anak di Batam dan di Yogyakarta. Saat ini ada 823 anak penerima beasiswa yayasan Setara Kita dengan system ‘orang tua asuh’ dari Belanda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar